"Awal dari pengetahuan adalah ketidaktahuan... "
-- Anonim
Ini adalah sepenggal kisah yang terjadi beberapa waktu lalu. Ceritanya, seorang kawan hendak berkunjung ke kantor saya. Hanya berbekal alamat yang saya kirimkan melalui pesan singkat di ponselnya, dia pun berangkat menemui saya.
Ketika sudah berputar-putar beberapa kali dan tidak menemukan alamat yang dicari. Dan, alamak, pulsa di ponselnya pun sudah tinggal sedikit. Tak bisa menghubungi saya. Alhasil, jalan lain ditempuhnya. Dia bertanya pada orang di jalan. Rupanya, teman saya ini penganut peribahasa yang sudah lawas sekali: malu bertanya sesat di jalan….
Dia pun mencoba bertanya kepada orang sekitar. Seorang pria tua yang menjadi sasarannya. Dia mungkin berpikir, si bapak adalah orang yang tepercaya dan dengan usianya yang sudah lanjut, tiadalah mungkin dia berdusta. Dengan santun, sang teman bertanya pada si bapak tentang alamat yang dituju? Mau tahu jawabannya. Dengan lebih santun lagi, bapak itu menjawab, "Maaf, saya baru di sini satu bulan."
Teman saya tadinya agak sedikit bingung dengan jawaban itu, ia pun menanyakan maksud lebih jauh tentang jawaban si bapak tersebut. Sekali lagi dia menjawab serupa dengan yang sebelumnya. Namun kali ini ada anak kalimatnya, "saya baru di sini satu bulan, belum hafal nama-nama jalan daerah di sini." Voila, rupanya itu yang di maksud si bapak. Teman saya pun baru mengerti dan masuk kembali ke dalam
mobilnya setelah mengucapkan terima kasih.
Tak ada yang keliru dengan jawaban si bapak tersebut. Sang bapak adalah penganut adat Timur yang masih kental. Jawaban seperti itu, biasa kita dengarkan, apalagi di daerah. Walau sebenarnya, bapak tersebut cukup mengatakan secara sederhana dengan permohonan maaf, "saya tidak tahu." Tapi, lain ladang lain belalang, lain orang lain pula isi kepalanya. Nah, si bapak itu sepertinya tengah menjaga sopan santunnya.
Namun kalau kita telaah lagi, sebenarnya bukan hanya si bapak yang berlaku seperti itu. Tanpa kita sadari, kadang kita diberi suatu pertanyaan, baik oleh atasan, teman sekerja, bawahan, atau bahkan kolega dan sejawat kita yang sebenarnya kita tidak tahu akan isi jawaban pertanyaan tersebut. Kita sering lupa bahwa jawaban paling cerdas dari suatu pertanyaan adalah "saya tidak tahu". Untuk menjadi pandai, kita tidak harus mengetahui semua jawaban. Diperlukan tingkat keberanian dan kepercayaan yang tinggi untuk mengakui ketidaktahuan Anda.
Namun, yang perlu dicermati ialah jangan sampai secara tidak sadar Anda mengaku tidak tahu padahal sebenarnya Anda tahu. Lebih celaka lagi kalau Anda tidak tahu bahwa Anda sebenarnya tidak tahu. Kalau Anda 'berpura-pura tahu' atau mengatakan tahu dari suatu pertanyaan, tetapi sebenarnya Anda tidak tahu sama sekali, itu artinya Anda 'sok tahu' alias 'sok keminter'.
Lantas bagaimana kalau Anda mengatakan 'tidak tahu', tetapi sebenarnya Anda tahu? Nah ini lain lagi. Tergantung konteks dan substansi dari pertanyaannya. Kalau hal itu menyangkut privasi seseorang atau hal-hal yang tidak perlu diketahui orang lain, Anda berhak diam atau mengatakan tidak tahu.
Ada hal yang perlu orang lain ketahui dan ada pula yang tidak. Namun bila Anda diberi pertanyaan dan kemudian Anda mengatakan 'tidak tahu', padahal sebenarnya jawaban yang Anda ketahui tersebut orang lain berhak tahu, mohon maaf, Anda telah melakukan dua kesalahan. Yang pertama, Anda telah berbohong. Yang kedua, Anda menyembunyikan fakta yang seharusnya diketahui orang lain.
Kalau memang Anda tidak tahu akan suatu jawaban, segeralah cari tahu jawaban tersebut. Karena secara tidak sadar Anda sedang dalam proses belajar dalam mencari jawaban tersebut. Anda harus sadar, Anda mempunyai keterbatasan dalam pengetahuan yang Anda miliki. Gunakan selalu pengetahuan Anda untuk hal-hal yang positif. Dan, jangan lupa, untuk selalu mencari tahu akan hal-hal yang memang Anda perlu ketahui, khususnya dalam pekerjaan yang Anda lakukan. Dengan demikian, Anda terhindar dari hal-hal yang tidak Anda ketahui lalu berpura-pura tahu. Sok tahu sepertinya bukanlah jalan yang terbaik.
(Sumber: "Saya Tidak Tahu" oleh Sonny Wibisono, penulis, tinggal di Jakarta)
-- Anonim
Ini adalah sepenggal kisah yang terjadi beberapa waktu lalu. Ceritanya, seorang kawan hendak berkunjung ke kantor saya. Hanya berbekal alamat yang saya kirimkan melalui pesan singkat di ponselnya, dia pun berangkat menemui saya.
Ketika sudah berputar-putar beberapa kali dan tidak menemukan alamat yang dicari. Dan, alamak, pulsa di ponselnya pun sudah tinggal sedikit. Tak bisa menghubungi saya. Alhasil, jalan lain ditempuhnya. Dia bertanya pada orang di jalan. Rupanya, teman saya ini penganut peribahasa yang sudah lawas sekali: malu bertanya sesat di jalan….
Dia pun mencoba bertanya kepada orang sekitar. Seorang pria tua yang menjadi sasarannya. Dia mungkin berpikir, si bapak adalah orang yang tepercaya dan dengan usianya yang sudah lanjut, tiadalah mungkin dia berdusta. Dengan santun, sang teman bertanya pada si bapak tentang alamat yang dituju? Mau tahu jawabannya. Dengan lebih santun lagi, bapak itu menjawab, "Maaf, saya baru di sini satu bulan."
Teman saya tadinya agak sedikit bingung dengan jawaban itu, ia pun menanyakan maksud lebih jauh tentang jawaban si bapak tersebut. Sekali lagi dia menjawab serupa dengan yang sebelumnya. Namun kali ini ada anak kalimatnya, "saya baru di sini satu bulan, belum hafal nama-nama jalan daerah di sini." Voila, rupanya itu yang di maksud si bapak. Teman saya pun baru mengerti dan masuk kembali ke dalam
mobilnya setelah mengucapkan terima kasih.
Tak ada yang keliru dengan jawaban si bapak tersebut. Sang bapak adalah penganut adat Timur yang masih kental. Jawaban seperti itu, biasa kita dengarkan, apalagi di daerah. Walau sebenarnya, bapak tersebut cukup mengatakan secara sederhana dengan permohonan maaf, "saya tidak tahu." Tapi, lain ladang lain belalang, lain orang lain pula isi kepalanya. Nah, si bapak itu sepertinya tengah menjaga sopan santunnya.
Namun kalau kita telaah lagi, sebenarnya bukan hanya si bapak yang berlaku seperti itu. Tanpa kita sadari, kadang kita diberi suatu pertanyaan, baik oleh atasan, teman sekerja, bawahan, atau bahkan kolega dan sejawat kita yang sebenarnya kita tidak tahu akan isi jawaban pertanyaan tersebut. Kita sering lupa bahwa jawaban paling cerdas dari suatu pertanyaan adalah "saya tidak tahu". Untuk menjadi pandai, kita tidak harus mengetahui semua jawaban. Diperlukan tingkat keberanian dan kepercayaan yang tinggi untuk mengakui ketidaktahuan Anda.
Namun, yang perlu dicermati ialah jangan sampai secara tidak sadar Anda mengaku tidak tahu padahal sebenarnya Anda tahu. Lebih celaka lagi kalau Anda tidak tahu bahwa Anda sebenarnya tidak tahu. Kalau Anda 'berpura-pura tahu' atau mengatakan tahu dari suatu pertanyaan, tetapi sebenarnya Anda tidak tahu sama sekali, itu artinya Anda 'sok tahu' alias 'sok keminter'.
Lantas bagaimana kalau Anda mengatakan 'tidak tahu', tetapi sebenarnya Anda tahu? Nah ini lain lagi. Tergantung konteks dan substansi dari pertanyaannya. Kalau hal itu menyangkut privasi seseorang atau hal-hal yang tidak perlu diketahui orang lain, Anda berhak diam atau mengatakan tidak tahu.
Ada hal yang perlu orang lain ketahui dan ada pula yang tidak. Namun bila Anda diberi pertanyaan dan kemudian Anda mengatakan 'tidak tahu', padahal sebenarnya jawaban yang Anda ketahui tersebut orang lain berhak tahu, mohon maaf, Anda telah melakukan dua kesalahan. Yang pertama, Anda telah berbohong. Yang kedua, Anda menyembunyikan fakta yang seharusnya diketahui orang lain.
Kalau memang Anda tidak tahu akan suatu jawaban, segeralah cari tahu jawaban tersebut. Karena secara tidak sadar Anda sedang dalam proses belajar dalam mencari jawaban tersebut. Anda harus sadar, Anda mempunyai keterbatasan dalam pengetahuan yang Anda miliki. Gunakan selalu pengetahuan Anda untuk hal-hal yang positif. Dan, jangan lupa, untuk selalu mencari tahu akan hal-hal yang memang Anda perlu ketahui, khususnya dalam pekerjaan yang Anda lakukan. Dengan demikian, Anda terhindar dari hal-hal yang tidak Anda ketahui lalu berpura-pura tahu. Sok tahu sepertinya bukanlah jalan yang terbaik.
(Sumber: "Saya Tidak Tahu" oleh Sonny Wibisono, penulis, tinggal di Jakarta)